BAB I. PENDAHULUAN
Hampir seluruh perusahaan melakukan tindakan informal ataupun formal dalam menilai kinerja karyawan mereka. Penilaian kinerja berarti mengevaluasi kinerja karyawan saat ini dan/atau di masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya. Saat “penilaian kinerja” biasanya terlintas alat penilaian khusus seperti formulir penilaian. Formulir sesungguhnya hanyalah bagian dari proses penilaian. Penilaian kinerja juga selalu mengasumsikan bahwa karyawan memahami apa standar kinerja mereka dan penyelia juga memberikan karyawan umpan balik, pengembangan dan insentif yang diperlukan untuk membantu orang yang bersangkutan yang menghilangkan kinerja yang kurang baik atau melanjutkan kinerja yang baik.
Meskipun ide bahwa penilaian harus meningkatkan kinerja karyawan bukan hal baru, banyak manajer melakukan sifat terintegrasi dari proses tersebut-penetapan tujuan, pelatihan karyawan, kemudian penilaian, dan pemberian penghargaan-dengan lebih serius saat ini dibandingkan di masa lalu. Mereka menamakannya proses manajemen kinerja yang menyeluruh terintegrasi. Kita dapat mendefinisikan manajemen kinerja sebagai proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian dan pengembangan kinerja ke dalam sistem tunggal bersama, yang bertujuan memastikan bahwa kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan. Manajemen kinerja termasuk praktik manajer mendefinisikan tujuan dan pekerjaan karyawan, mengembangkan kemampuan karyawan, serta mengevaluasi dan memberikan penghargaan pada usaha seseorang yang keseluruhannya ada dalam kerangka bagaimana seharusnya kinerja karyawan berkontribusi untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan.
Ketika telah direncanakan dengan benar, manajemen kinerja tidak hanya melibatkan kepastian rapat dengan bawahan satu atau dua tahun sekali untuk “meninjau kinerja”. Manajemen kinerja berarti penetapan tujuan yang masuk akal mengenai kebutuhan strategis perusahaan. Yang berarti interaksi harian atau mingguan untuk memastikan perbaikan kinerja dan kapasitas karyawan yang terus-menerus. Juga melibatkan kepastian secara terus-menerus bahwa karyawan memiliki pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya.
BAB II. PEMBAHASAN
« KONSEP DASAR DALAM PENILAIAN DAN MANAJEMEN KINERJA
1. Mengapa Manajemen Kinerja?
Meningkatnya pemanfaatan manajemen kinerja oleh pengusaha menunjukkan beberapa hal. Pertama, makin populernya konsep TQM (Total Quality Management) yang disarankan beberapa tahun yang lalu oleh ahli manajemen seperti W. Edwards Deming. Deming berargumen bahwa pada dasarnya, kinerja karyawan lebih merupakan fungsi dari pelatihan, komunikasi, alat dan pengawasan daripada motivasi pribadi. Penekanan manajemen kinerja pada penetapan tujuan, penilaian dan pengembangan terpadu menggambarkan asumsi ini. Kedua, manajemen kinerja memberikan fakta bahwa jangkauan luas dari studi telah menunjukkan bahwa penilaian kinerja tradisional sering tidak hanya tak berguna, tapi kontradiktif. Ketiga, manajemen kinerja sebagai proses juga mengenali secara eksplisit bahwa dalam lingkungan industri yang kompetitif global saat ni, setiap usaha karyawan harus fokus seperti laser dalam membantu perusahaan untuk mencapai tujuan-tujuan strategisnya. Berkaitan dengan hal itu, megadopsi pedekatan manajemen kinerja yang terintegrasi untuk memberikan pedoman, pengembangan, dan penilaian karyawan juga membantu usaha peningkatan secara terus-menerus oleh pengusaha. Perbaikan yang secara terus-menerus mengacu kepada filosofi manajemen yang mengharuskan pengusaha untuk secara terus-menerus menetapkan dan mengupayakan dengan ketat pencapaan kualitas, biaya, pengiriman, dan ketercapaian tujuan yang lebih baik untuk seterusnya. Perbaikan yang terus-menerus berarti menghilangkan yang terbuang di mana pun itu terjadi, termasuk tujuh hal terbuang, yaitu produksi berlebih, produk rusak, waktu terbuang saat mesin rusak, transportasi, biaya pemrosesan, mekanisme pergerakan, dan persediaan. Inti dari filosofi ini adalah pemikiran bahwa setiap karyawan harus secara terus-menerus meningkatkan kinerjanya, dari satu periode penilaian ke periode penilaian berikutnya. Manajemen kinerja sangat penting dalam proses ini karena ia mengasolidasikan penetapan tujuan, penilaian, pengembangan kinerja menjadi sistem tunggal bersama, yang tujuannya adalah memastikan bahwa kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan (perbaikan yang terus-menerus).
2. Mendefinisikan Tujuan dan Usaha Kerja Karyawan
Inti dari manajemen kinerja adalah pemikiran bahwa upaya karyawan harus memiliki tujuan yang jelas. Ada dua aspek yang terkait dalam hal ini. Pertama, manajer harus menilai karyawan berdasarkan bagaimana orang tersebut melakukan tugas-tugasnya sesuai dengan pencapaian standar tertentu yang diinginkan oleh karyawan. Kedua, tujuan dan standar kinerja harus sesuai dengan tujuan strategis perusahaan. Misalnya di Hotel Paris, tujuan karyawan harus menunjukkan perilaku yang diharapkan seperti pengecekan yang lebih cepat dan memberikan ucapan selamat datang yang lebih ramah.
Pada praktiknya, menjelaskan apa yang Anda harapkan dari karyawan butuh keahlian yang lebih rumit daripada yang terlihat. Misalnya, pengusaha biasanya menuliskan deskripsi pekerjaan untuk sekelompok pekerjaan, dan bukan satu pekerjaan secara spesifik, dan deskripsi tersebut jarang memasukkan sasaran tertentu. Misalnya, semua manajer penjualan di perusahaan mungkin memiliki deskripsi pekerjaan yang sama. Deskripsi pekerjaan manajer penjualan Anda dapat mewajibkan “mengawasi usaha penjualan” dan “bertanggung jawab pada semua tahapan pemasaran divisi produksi”. Tapi, untuk tujuan strategis, Anda mungkin mengharapkan setiap manajer pejualan dapat menjual produk seharga $600.000 per tahun dengan mengelola dua kegiatan divisi penjualan yang terbesar; dan menjaga agar para bagian penjualan tetap puas. Sayangnya, beberapa penyedia cenderung tidak tegas ketika harus menetapkan sasaran tertentu yang berorientasi pada strategi untuk karyawan mereka.
Anda harus tahu bagaimana menguantitatifkan harapan anda. Cara paling langsung untuk melakukannya (misalnya untuk para manajer penjualan di atas) adalah menetapkan standar yang terukur untuk setiap tujuan. Mungkin anda dapat mengukur kegiatan “penjualan perorangan” dengan beberapa jumlah uang hasil penjualan yang ditetapkan manajer Anda untuk dapat dihasilkan setiap orang; mungkin mengukur “menjaga agar para penjual tetap puas” dikaitkan dengan perputaran (dengan asumsi kurang dari 10% penjual yang keluar dari pekerjaan setiap tahun jika semangat mereka tinggi). Intinya adalah para karyawan harus tahu lebih dulu atas dasar apa dan bagaimana Anda akan menilai mereka, dan tujuan mereka harus selalu berasal dari dan mendukung tujuan-tujuan departemen dan perusahaan secara menyeluruh. Di bawah ini adalah pedoman-pedoman untuk menetapkan tujuan tertentu.
a. Menugaskan Tujuan yang Spesifik
Karyawan dengan tugas yang spesifik biasanya menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada yang tidak
b. Menugaskan Tujuan yang Terukur
Manifestasikan tujuan dalam istilah-istilah yang terukur dan masukkan tanggal atau batas waktu pencapaian. Tujuan yang ditetapkan dalam istilah yang terukur (seperti”meningkatkan produksi 20%”). Jika hasil yang teruur tidak ada, “penyelesaian yang dapat diterima”-seperti “mengadakan pertemuan kelompok yang dapat diterima” atau “menyelesaikan tahapannya dengan memuaskan”-adalah hal tebaik berikutnya. Dalam banyak kasus, tanggal atau batas waktu harus selalu ditetapkan.
c. Menugaskan Tujuan yang Menantang tapi Realistis untuk Dilakukan
Tujuan harus menantang, tapi tidak terlalu sulit hingga tampak tidak realistis atau tidak mungkin. Kapan suatu tujuan “terlalu sulit” atau “terlalu berat?” Seorang ahli mengatakan: ”Suatu tujuan mungkin terlalu mudah jika tidak ada atau hanya terdapat sedikit sekali peningkatan pada kondisi yang menguntungkan, atau jika tingkat pencapaian kinerja jauh di bawah sebagian besar karyawan dalam kondisi sebanding. Tujuan yang mungkin terlalu sulit jika mensyaratkan perbaikan kinerja yang besar pada situasi yang memburuk, atau jika target penigkatan kinerja berada jauh di atas orang-orang pada kondisi sebanding”.
d. Mendorong Partisipasi
Jika penetapan tujuan secara partisipatif lebih sulit daripada penugasan langsung maka penetapan tujuan secara partisipatif menghasilkan kinerja yang lebih baik. Menetapkan tujuan secara partisipatif cenderung akan menetapkan tujuan yang sulit. Kenyataannya adalah tujuan yang lebih sulit, bukan karena ditetapkan secara partisipatif, menjelaskan kinerja yang lebih baik.
« PENGANTAR UNTUK PENILAIAN KINERJA
1. Mengapa Menilai Kinerja?
Ada beberapa alasan untuk menilai kinerja bawahan, yakni :
a. Penilaian harus memainkan peran yang terintegrasi dalam proses manajemen kinerja pengusaha
b. Penilaian memungkinkan atasan dan bawahan menyusun sebuah rencana untuk mengoreksi semua kekurangan yang ditemukan dalam penilaian dan untuk menegaskan hal-hal yang telah dilakukan dengan benar oleh bawahan.
c. Penilaian harus melayani tujuan perencanaan karir dengan memberikan kesempatan meninjau rencana karir karyawan dengan memerhatikan kekuatan dan kelemahannya secara spesifik.
Akhirnya, penilaian hampir selalu berdampak pada keputusan peningkatan gaji dan promosi.
2. Penilaian yang realistis
Banyak motivasi praktis dalam memberikan penilaian yang lunak: rasa takut saat mempekerjakan dan melatih karyawan baru; reaksi tidak menyenagkan dari yang dinilai; atau misalnya, proses penilaian perusahaan tidak kondusif bagi keterusterangan.
Akhirnya, bagaimanapun yang menilailah yang harus mengambil keputusan jika potensi dan dampak negatifnya kurang dari penilaian yang jujur dengan pemikiran jangka panjang yang tenang dari penilai, dan pada kinerja penilai dan perusahaannya lebih berat daripada keuntungan yang diperkirakan.
3. Peran Penyelia
Penilaian kinerja adalah keahlian yang sulit dan sangat penting dari seorang penyelia. Penyelia-bukan SDM-selalu melakukan penilaian yang sesungguhnya, dan seorang penyelia yang menilai karyawannya terlalu tinggi atau terlalu rendah berarti melakukan perbuatan yang merugikan karyawan, perusahaan dan dirinya sendiri. Oleh karena itu, penyelia harus terbiasa dengan teknik dasar penilaian, memahami dan menghindari masalah-masalah yang dapat mengacaukan penilaian, dan tahu bagaimana melaksanakan penilaian dengan adil.
Departemen SDM melayani peran pembuat keputusan dan penasehat. Secara umum, departemen SDM memberikan nasehat dari bantuan mengenai perangkat penilaian yang digunakan, tapi memberikan kuasa kepada divisi pelaksana unutk mengambil keputusan akhir mengenai prosedur. Di beberapa perusahaa, SDM menyiapkan formulir dan prosedur detail dan meminta semua departemen menggunakannya. SDM juga bertanggung jawab untuk pelatihan penyelia untuk meningkatkan kualitas penilaian mereka. Akhirnya, SDM bertanggung jawan untuk mengawasi sistem penilaian, dan khususnya unutk memastikan bahwa format dan kriteria yang diukur sesuai dengan undang-undang EEO dan tidak ketinggalan zaman.
4. Tahapan dalam Penilaian Kinerja
Proses peilaian kinerja terdiri dari tiga tahap, yakni :
a. Pendefinisian pekerjaan, berarti memastikan bahwa Anda dan bawahan Anda setuju dengan kewajiban dan standar pekerjaannya.
b. Penilaian kinerja, berarti membandingkan kinerja sesungguhnya dari bawahan Anda dengan standar yang telah ditetapkan; ini biasanya melibatkan beberapa jenis formulir peringkat.
c. Umpan Balik, disini berarti bahwa atasan dan bawahan mendiskusikan kinerja dan kemajuan bawahan, dan membuat rencana untuk pengembangan apa pun yang dibutuhkan.
Manajer secara umum melakukan penilaian sendiri dengan bantuan asumsi awal dan metode formal. Pertimbangan mendasar dalam merencanakan perangkat penilaian aktual adalah mengukur apa dan bagaimana mengukurnya. Misalnya tentang mengukur apa, kita mungkin mengukur kinerja karyawan berkaitan dengan dimensi generik, seperti kualitas, kuantitas, dan kesesuaian waktu dari pekerjaan. Atau, kita mungkin mengukur kinerja tentang pengembangan kompetesi seseorang. Mengenai bagaimana mengukurnya, ada banyak metodologi untuk mengukurnya seperti, grafik skala peringkat, metode penggiliran peringkat, dan “MBO”. “Tempat Kerja Baru” mengilustrasikan mengapa memilih secara hati-hati mengukur apa adalah hal yang penting.
5. Metode-Metode Yang Digunakan Dalam Penilaian Kinerja
a. Metode skala peringkat grafis, skala yang menuliskan sejumlah ciri dan jangkauan nilai kinerja untuk setiap ciri. Karyawan kemudian dinilai dengan mengidentifikasi nilai yang paling sesuai dengan tingkatan kinerjanya untuk setiap ciri. Skala grafis mencatat ciri-ciri (seperti kualitas dan kepercayaan) dan jangkauan nilai kinerja (dari tidak memuaskan sampai luar biasa) untuk setiap ciri.
b. Metode peringkat alternasi, memberikan peringkat karyawan dari yang terbaik sampai yang terburuk berdasarkan ciri tertentu, dengan memilih yang terbaik, lalu yang terburuk, sampai semua telah diberi peringkat.
c. Metode perbandingan berpasangan, melakukan pemeringkatan karyawan dengan membuat diagram dari semua pasangan karyawan yang mungkin untuk setiap ciri (misalnya, kuatitas dan kualitas kerja) dan menentukan karyawan mana yang lebih baik pada setiap pasangan.
d. Metode distribusi kekuatan, sama dengan menilai pada sebuah kurva; persentase dugaan dari yang dinilai ditempatkan dalam berbagai kategori kinerja.
e. Metode kejadian kritis, menyimpan catatan tentang contoh-contoh hal baik yang tidak umum atau hal buruk yang tidak dikehendaki atas perilaku karyawan yang berhubungan dengan pekerjaan dan meninjau catatan itu dengan karyawan pada waktu yang telah ditentukan sebelumnya.
f. Bentuk naratif, penyelia bertanggung jawab untuk memberikan penilaian pada kinerja masa lalu karyawan dan bidang-bidang yang membutuhkan peningkatan. Ini membantu karyawan memahami dimana kinerjanya telah berhasil atau buruk, dan bagaimana meningkatkan kinerja tersebut.
g. Skala peringkat standar perilaku(behaviourally anchored rating scale-BARS), metode penilaian yang menggunakan kombinasi antara narasi kejadian penting dan penilaian kuantitatif dengan patokan skala kuantitatif dan contoh naratif dari kinerja baik dan buruk.
Mengembangkan BARS membutuhkan lima tahapan, yakni :
· Membuat kejadian kritis. Tanya seseorang yang mengetahui pekerjaan (pemegang jabatan dan/atau penyelia) untuk menjelaskan ilustrasi khusus (kejadian kritis) kinerja yang efektif dan tidak efektif
· Mengembangkan dimensi kinerja. Minta orang-orang ini untuk mengelompokkan kejadian tersebut ke dalam kelompok yang lebih kecil dimensi kerja dan didefinisikan setiap dimensi, seperti “keterampilan menjual”.
· Mengalokasikan kembali kejadian. Kelompok lain dari orang-orang yang juga mengetahui pekerjaan ini kemudian mengalokasikan kembali kejadian kritis ini dari awal. Mereka membuat definisi pengelompokan dan kejadian kritis, dan harus menugaskan kembali setiap kejadian untuk kelompok yang mereka anggap paling sesuai.
· Membuat skala kejadian. Membuat peringkat perilaku yang dijelaskan oleh kejadian itu dengan seberapa efektif dan efisien ia merepresentasikan kinerja pada dimensinya.
· Mengembangkan perangkat akhir. Pilih sekitar enam atau tujuh kejadian sebagai standar perilaku dimensi itu.
Tiga peneliti telah mengembangkan BARS klerk pengeceken barang-barang grosir. Mereka telah mengumpulkan kejadian kritis, kemudian mengelompokkannya ke dalam delapan dimensi kinerja, yakni :
· Pengetahuan dan penelitian
· Kehati-hatian
· Keterampilan dalam hubungan antarmanusia
· Keterampilan dalam pelaksanaan pendaftaran
· Keterampilan dalam pengepakkan
· Kemampuan mengorganisasikan pekerjaan pemeriksaan
· Keterampilan dalam transaksi keuangan
· Kemampuan mengamati
Keuntungan. Meskipun BARS telah menyita waktu daripada alat penilaian lainnya, BARS juga memiliki beberapa keuntungan, yakni :
· Ukuran yang leih akurat. Orang-orang yang mengembangkan BARS adalah mereka yang tahu gdan melakukan pekerjaan serta persyaratannya dengan lebih baik dari orang lain. Hal ini seharusnya menghasilkan kinerja pekerjaan dengan akurasi yang baik.
· Standar yang lebih jelas. Kejadian kritis di sepanjang skala menjelaskan apa yang harus dicari berjkaitan dengan kinerja superior, kinerja rata-rata dan seterusnya.
· Umpan balik. Kejadian kritis memudahkan untuk menjelaskan peringkat pada yang dinilai
· Dimensi independen. Pengelompkkan secara sistematis kejadian kritis ke dalam lima atau enam dimensi kerja (seperti “keterampilan menjual”) harus membantu untuk membuat dimensi kinerja lebih tidak terkait satu sama lain. Contohnya, penilai lebih memilih untuk tidak memberikan peringkat tinggi pada karyawan di semua dimensi hanya karena dia diperingkatkan tinggi dalam “keterampilan seorang menjual”
· Konsistensi. Evaluasi berdasarkan BARS tampaknya juga konsisten dan dapat dipercaya secara relatif, karena penilaian yang diberikan oleh penilai yang bereda-beda terhadap orang yang sama akan cenderung sama.
h. Manajemen tujuan (Management by Objectives-MBO), MBO mengharuskan para manajer untuk menetapkan tujuan-tujuan terukur yang spesifik untuk setiap karyawan lalu secara periodik membahas kemajuan tujuan-tujuan tersebut. Istilah MBO secara umum mengacu pada program penilaian dan penetapan tujuan formal keseluruhan organisasi yang komprensif dan formal, terdiri dari enam langkah :
· Menetapkan tujuan organisasi. Menyusun rencana keseluruhan organisasi untuk tahun depan dan menetapkan tujuan spesifik perusahaan berdasarkan pada rencana strategis perusahaan.
· Menetapkan tujuan departemen. Kemudian, kepala departemen mengambil tujuan-tujuan perusahaan (seperti meningkatkan keuntungan 2004 sampai 20%) dan, dengan superioritas mereka, menetapkan bersama-sama tujuan departemen mereka.
· Membahas tujuan departemen. Kepala departemen mendiskusikan tujuan departemen dengan semua bawahan, biasanya pada rapat seluruh departemen. Mereka bertanya pada karyawan untuk menetapkan tujuan awal individual mereka sendiri; dengan kata lain, bagaimana setiap karyawan memberikan kontribusi pada tujuan departemen mereka.
· Mendefinisikan hasil yang diharapkan (menetapkan tujuan perorangan). Kepala departemen dan bawahannya menetapkan target kinerja individual jangka pendek.
· Meninjau kinerja. Kepala departemen membandingkan kinerja aktual dan target dari setiap karyawan.
· Memberikan umpan balik. Kepala departemen dan karyawan mendiskusikan dan mengevaluasi kemajuan terakhir
Terdapat tiga masalah dalam menggunakan MBO
· Penetapan sasaran yang tidak jelas dan tida dapat diukur. Sasaran seperti “akan melakukan pelatihan pekerjaan yang baik” adalah sasaran yang tidak jelas. Di sisi lain, “akan mempromosikan empat bawahan dalam setahun ini” adalah sasaran yang terukur.
· MBO memakan waktu. Menetapkan sasaran, mengukur kemajuan, dan memberikan umpan balik membutuhkan beberapa jam per karyawan per tahun, melebihi waktu yang telah Anda habiskan untuk melakukan penilaian bagi setiap karyawan.
· Menetapkan tujuan dengan bawahan terkadang menjadi seperti tarik tambang saat Anda menuntut kuota yang lebih tinggi sementara bawahan Anda menuntut kuota yang lebih rendah.
i. Penilaian kinerja terkomputerisasi dan berbasis web, Telah ada software yang beredar di pasaran dengan biaya tidak terlalu mahal yang memungkinkan manajer untuk menyimpan catatan bawahan selama setahun, kemudian secara elektronik memberikan peringkat para karyawan untuk serangkaian ciri kinerja. Program tersebut kemudian memberikan teks tertulis untuk mendukung setiap bagaian dari penilaian. Pengawasan kinerja elektronik (Electronic perfomance monitoring-EPM) memungkinkan penyelia mengawasi secara elektronik sejumlah data yang terkomputerisasi yang sedang diproses oleh karyawan setiap hari, dan oleh karena itu, juga dapat mengawasi kinerjanya.
j. Penggabungan metode, sebagian besar perusahaan menggabungkan beberapa perangkat penilaian. Ini memungkinkan penilai menjabarkan beberapa kejadian kritis. Penilaian yang dapat dikuantifikasi memfasilitasi perbandingan karyawan, dan ini berguna untuk keputusan mengenai gaji, transfer, dan promosi.
« PENILAIAN KINERJA : MASALAH DAN SOLUSINYA
1. Masalah Potensial dalam Menilai dengan Skala Peringkat
a. Standar yang tidak jelas. Skala penilaian yang terlalu terbuka terhadap interpretasi.
b. Efek halo. Dalam penilaian kinerja, masalah muncul ketika peringkat yang diberikan oleh penyelia kepada bawahan untuk satu ciri tertentu, bias dengan peringkat orang tersebut pada ciri lainnya.
c. Kecenderungan terpusat. Kecenderungan untuk menilai semua karyawan sama, seperti menilai mereka semua rata-rata.
d. Longgar atau ketat. Masalah yang terjadi ketika seorang penyelia memiliki kecenderungan untuk menilai semua bawahannya tinggi atau rendah
e. Bias. Kecenderungan untuk membuat perbedaan individual seperti usia, ras, dan jenis kelamin mempengaruhi peringkat penilaian yang diterima oleh karyawan.
2. Bagaimana Menghindari Masalah Penilaian?
a. Pelajari dan pahami potensi masalah, dan solusi (seperti klarifikasi standar) untuk setiap masalah
b. Gunakan perangkat penilaian yang benar
c. Latihlah penyelia untuk mengurangi kesalahan peringkat seperti efek halo, kelonggaran, dan kecenderungan terpusat.
d. Menyimpan catatan harian seimbang dengan usahanya.
3. Siapa yang Harus Melakukan Penelitian
a. Penyelia langsung. Penyelia harus dan biasanya berada di posisi terbaik untuk mengobservasi dan mengevaluasi kinerja bawahannya, dan bertanggung jawab terhadap kinerja orang tersebut.
b. Penilaian rekan. Penilaian rekan dapat memprediksi keberhasilan manajemen yang akan datang.
c. Komite peringkat. Penilaian yang disusun dari berbagai elemen cenderung lebih dapat diandalkan, adil, dan valid karea mungkin ada fakta-fakta yang tidak masuk akal dalam penilaian yang dibuat oleh penyelia tunggal.
d. Peringkat sediri. Penyelia yang meminta sendiri penilaian sendiri pada perusahaan seharusnya tahu bahwa melakukan hal tersebut mungkin mempertajam perbedaan dan merapuhkan posisi, daripada membantu prosesnya.
e. Penialain oleh bawahan. Penialain dari bawahan berharga, terutama ketika digunakan untuk proses pengembangan daripada tujuan evaluasi.
f. Umpan balik 360°. Penilaian dikumpulkan dari seluruh karyawan, penyelia, bawahan, rekan kerja, dan pelanggan internal dan eksternal
« WAWANCARA PENILAIAN
Wawancara penilaian adalah suatu wawancara dimana penyelia dan bawahan meninjau kembali penilaian tertentu dan membuat rencana untuk mengoreksi kekurangan dan menambah kekuatan.
1. Tipe Wawancara Penilaian
a. Kinerjanya memuaskan. Karyawan yang dapat dipromosikan adalah yang termudah dari empat wawancara penilaian.
b. Memuaskan. Yang tidak dapat dipromosikan adalah karyawan yang kinerjanya memuaskan tapi tidak memungkinkan untuk promosi
c. Kinerja seseorang tidak memuaskan tapi dapat dikoreksi
2. Bagaimana Melaksanakan Wawancara Penilaian
a. Bicara berdasarkan data kerja yang objektif. Gunakan cotoh-contoh seperti ketidakhadiran, waktu tunda, catatan kualitas, laporan inspeksi, daftar hadir, sampah atau sisa, pemprosesan pesanan, catatan produktivitas, materi yang telah digunakan, atau dikonsumsi, waktu pelaksanaan tugas-tugas atau proyek, kontrol atau penguragan biaya, jumlah kesalahan, biaya dibandingkan terhadap anggaran, komentar pelanggan, produk yang dikembalikan, waktu pemprosesan pesanan, tingkat persediaan/inventori dan akurasi, catatan kecelakaan,dll
b. Jangan terlalu pribadi. Jangan kataan “Anda terlalu lamban membuat laporan itu”. Sebagai gantinya, coba bandingkan kinerja seseorang terhadap standarnya.
c. Mendorong untuk bicara. Stop dan dengarkan apa yang sedang dikatakan orang lain, ajukan pertanyaan terbuka seperti, “Apa yang Anda pikir dapat kita lakukan untuk meningatkan situasi?”
d. Jangan berbelit-belit. Jangan terlalu pribadi, tapi pastikan orang yang meninggalkan ruangan tahu secara spesifik apa yang telah dilakukannya dengan benar dan salah.
3. Bagaimana Mengatasi Bawahan yang Defensif
Dalam setiap kejadian, pemahaman dan berurusan dengan pembelaan diri adalah keterampilan penilaian yang penting. Dalam bukunya Psikologi yag efektif untuk Manajer, psikolog Mortimer Feinberg menyarankan hal-hal berikut :
a. Kenali bahwa perilaku defensif adalah normal
b. Jangan pernah menyerang pembelaan diri seseorang
c. Tunda tindakan
d. Kenali batasan anda sendiri
4. Bagaimana Mengkritik Seorang Bawahan
Ketika kritik diperlukan, lakukanlah dengan menjaga harga diri dan rasa dihargai. Kritiklah secara pribadi, dan lakukanlah kritik membangun. Berikan contoh kejadian kritis dan saran spesifik dari apa yang akan dilakukan dan mengapa. Hindari “kritik keras” setahun sekali dengan memberikan umpan balik harian sehingga wawancara formal tidak mengandung kejutan. Jangan pernah mengatakan seorang selalu “salah”. Akhirnya kritik harus objektif dan bebas dari bias apa pun.
5. Bagaimana Memastikan Wawancara Mengarahkan pada perbaikan Kinerja
Apakah bawahan menunjukkan kepuasan dengan wawancara penilaian mereka bergantung pada faktor-faktor seperti,
a. Tidak merasa terancam selama wawancara
b. Memiliki kesempatan untuk mengemukakan ide dan perasaaannya dan untuk memengaruhi jalannya wawancara
Tapi, tentu saja kita sebagai manajer SDM tidak hanya ingin bawahan puas dengan wawancara penilaian mereka. Tujuan utama kita adalah membuat mereka meningkatkan kinerja mereka selanjutnya. Bagaimanapun, menyediakan pengembangan dan dukungan yang diperlukan bagi perubahan adalah hal yang sangat penting.
6. Bagaimana Mengatasi Peringatan Tertulis yang Resmi
Ada kalanya jika kinerja karyawan begitu buruk sehingga dibutuhkan peringatan tertulis yang resmi. Peringatan tertulis yang resmi ini melayai dua tujuan,yakni :
a. Peringatan ini dapat memberikan dorongan kuat pada karyawan untuk keluar dari kebiasaan buruknya
b. Pernyataan ini dapat membantu Anda mempertahankan penilaian Anda, baik pada atasan Anda maupun pengadilan
Peringatan tertulis harus mengidentifikasi atas standar apa karyawan dinilai, dan jelaskan bahwa karyawan telah mengetahui standar tersebut, spesifikasikan penurunan apa pun relatif terhadap standar, dan tunjukkan bahwa karyawan telah memiliki kesempatan untuk mengoreksi kinerjanya.
« MENCIPTAKAN PROSES MANAJEMEN KINERJA MENYELURUH
Cara terbaik untuk mengilustrasikan bagaimana menciptakan proses manajemen kinerja menyeluruh untuk melihat bagaimana beberapa perusahaan-perusahaan kecil (NCCI), perusahaan besar (TRW), dan Hotel Paris melakukannya.
BAB III. PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Hampir semua perusahaan memiliki perangkat penilaian baik formal maupun informal untuk menilai kinerja karyawan mereka. Penilaian kinerja berarti melakukan evaluasi pada kinerja karyawan saat ini dan/atau di masa lalu relatif terhadap standar kinerjanya.
2. Kita mendefinisikan manajemen kinerja sebagai proses mengonsolidasikan penetapan tujuan, penilaian kinerja, dan pengembangan ke dalam sistem tunggal bersama, yang tujuannya adalah memastikan bahwa kinerja karyawan mendukung tujuan strategis perusahaan.
3. Manajemen kinerja termasuk praktik-praktik tempat manajer mendefinisikan tujuan dan pekerjaan karyawan, mengembangkan kemampuan karyawan, dan mengevaluasi dan memberikan penghargaan pada usaha-usaha seseorang.
4. Pengusaha harus memutuskan dengan pasti kategori kinerja untuk diukur. Pengusaha dapat saja memilih dimensi yang tida spesifik seperti kualitas dan kuantitas, atau menilai kinerja pada kewajiban aktual suatu pekerjaan. Ide dari penilaian berdasarkan pada kompetensi adalah fokus pada tingkat di mana karyawan menunjukkan kompetensi pada hal-hal yang dianggap penting oleh pengusaha pada pekerjaan tersebut. Pengusaha mungkin juga ingin menilai karyawan berdasarkan pada tingkat di mana mereka mencapai sasarannya.
5. Perangkat penilaian kinerja termasuk sklala penialaian grafik, metode penggonta-gantian peringkat, metode distribusi buatan, BARS, MBO, metode kejadian kritis, dan metode berbasis komputer dan web.
6. Masalah penilaian harus waspada terhadap standar yang tidak jelas, efek halo, kecenderungan terpusat, masalah longgar atau ketat dan bias.
7. Hampir seluruh bawahan mungkin menginginkan penjelasan atau contoh spesifik berkaitan dengan dengan mengapa mereka dinilai tinggi atau rendah dan untuk ini, kumppulan catatan kejadian kritis baik positif maupun negatif dapat bermanfaat.
8. Ada tiga tipe wawancara penilaian: kinerja tidak memuaskan tapi dapat dikoreksi, memuaskan tapi tidak dapat dipromosikan, dan memuaskan dapat dipromosikan.
9. Untuk membawa perusahaan yang konstruktif dalam perilaku bawahan, upayakan mereka berbicara dalam wawancara. Gunakan pertanyaan-pertanyaan terbuka, nyatakan pertanyaan berkaitan dengan masalah-masalah, gunakan pertanyaan perintah, gunakan pertanyaan untuk mencoba memahami perasaan yang mendasari apa yang dikatakan oleh sseorang, dan nyatakan kembali poin terakhir seseorang dalam bentuk pertanyaan. Dengan kata lain, jangan lakukan semua percakapan, jangan gunakan pertanyaan yang memojokkan, jangan menghakimi, jangan memberikan nasihat yang tidak dibutuhkan, dan jangan terlibat dengan nama julukan, kekacauan dan sarkasme.
B. SARAN
Demikianlah makalah yang kami susun masih banyak sekali kekurangan di dalamnya oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna pengembangan proses pembelajaran kita di masa yag akan datang. Sekian dan terima kasih.
http://anekadistromurah.blogspot.co.id/
ReplyDeletekak, kalo boleh tau dapusnya dari mana ?
ReplyDeleteTerimakasih ka Devi, penjelasannya oke banget. Blognya juga enak dibaca bagi saya pribadi...
ReplyDeleteKunjungi blog saya ya ka ke www.geraldirizki.com